Inilah Peramalan Epidemi Penyakit Tumbuhan
https://petaniokesip.blogspot.com/2019/01/inilah-peramalan-epidemi-penyakit.html
I.I. Latar Belakang
Epidemiologi penyakit tumbuhan yaitu ilmu yang mempelajari perihal penyakit pada populasi tanaman. Sama menyerupai penyakit insan dan hewan, penyakit tanaman terjadi lantaran patogen menyerupai bakteri , virus , jamur , Oomycetes , nematoda , phytoplasmas , protozoa , dan tanaman parasit. Epidemiologi penyakit tumbuhan sering dilihat dari pendekatan multi-disiplin, yang membutuhkan biologi , statistik , agronomi dan ekologi perspektif. Biologi diharapkan untuk memahami patogen dan siklus hidupnya. Hal ini juga penting untuk memahami fisiologi tumbuhan dan bagaimana patogen yang sanggup mempengaruhi itu.. praktik agronomi seringkali mempengaruhi insiden penyakit yang lebih baik atau buruk. imbas ekologis yang banyak.. Spesies orisinil tumbuhan menjadi penampungan untuk patogen yang mengakibatkan penyakit pada tanaman. Statistik model sering dipakai untuk meringkas dan menggambarkan kompleksitas epidemiologi penyakit tanaman, sehingga proses penyakit sanggup lebih gampang dipahami.
Epidemi penyakit pada tumbuhan sanggup mengakibatkan kerugian yang besar dalam hasil tumbuhan serta mengancam untuk menghapus sebuah seluruh spesies menyerupai halnya dengan penyakit Elm Belanda dan bisa terjadi dengan Sudden Death Oak . Epidemi penyakit amis daun kentang, yang disebabkan oleh Phytophthora infestans , mengakibatkan Kelaparan Besar Irlandia dan hilangnya banyak nyawa.
Monocyclic epidemi disebabkan oleh patogen dengan rendah tingkat kelahiran dan tingkat kematian yang berarti mereka hanya mempunyai satu siklus abses per musim. Mereka yaitu khas tanah lahir penyakit. Polisiklik epidemi disebabkan oleh patogen bisa siklus beberapa abses musim.
I.2. Tujuan
Untuk mengetahui dampak tanda-tanda dan kasus yang sering terjadi jawaban epidemik yaitu dengan peramalan epidemik penyakit tanaman.
BAB II ISI
II.1. PENGERTIAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TANAMAN
Kata epidemi berasal dari bahasa Yunani, tersusun atas dua kata dasar yaitu :
“epos” yang artinya diantara, pada, atau mengenai dan “demos” yang artinya rakyat, banyak, atau populasi. Dengan memakai pengertian analogi maka, epidemiologi penyakit tumbuhan berarti ilmu yang mempelajari penyakit yang banyak berkembang pada populasi tumbuhan atau mempelajari penyakit tumbuhan yang (mungkin) menjelma mewabah. Petani mengusahakan tumbuhan sebagai pertanaman, atau kelompok (populasi) tanaman, sehingga kerugian yang diderita oleh petani terjadi pada aras (level) populasi. Oleh lantaran itu, epidemiologi selalu mempertimbangkan penyakit dalam populasi tanaman.
“epos” yang artinya diantara, pada, atau mengenai dan “demos” yang artinya rakyat, banyak, atau populasi. Dengan memakai pengertian analogi maka, epidemiologi penyakit tumbuhan berarti ilmu yang mempelajari penyakit yang banyak berkembang pada populasi tumbuhan atau mempelajari penyakit tumbuhan yang (mungkin) menjelma mewabah. Petani mengusahakan tumbuhan sebagai pertanaman, atau kelompok (populasi) tanaman, sehingga kerugian yang diderita oleh petani terjadi pada aras (level) populasi. Oleh lantaran itu, epidemiologi selalu mempertimbangkan penyakit dalam populasi tanaman.
Menurut van der Plank (1963) epidemiologi yaitu ilmu yang mempelajari penyakit dalam populasi. Kranz (1973) menambahkan adanya faktor pengaruh lingkungan dan sikap insan di dalamnya, kemudian dilengkapi oleh Zadock (1979) bahwa proses tersebut terjadi dalam waktu dan ruang tertentu yang mempunyai ketika awal, optimal dan akhir, sehingga populasi patogen merupakan fungsi dari waktu ( X = ft ). Menurut Oka (1993) epidemiologi yaitu studi kuantitatif perihal perkembangan penyakit dalam ruang dan dalam jangka waktu tertentu sebagai jawaban interaksi antara populasi inang dengan populasi patogen yang dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, biotik dan manusia.
Pengertian lengkap perihal epidemiologi penyakit tumbuhan merupakan cabang ilmu penyakit tumbuhan yang membahas perihal fenomena populasi tumbuhan inang dan populasi patogen dengan memperhatikan interaksinya yang dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, biotik dan insan yang terjadi dalam areal dan waktu tertentu yang berakibat merugikan tumbuhan yang dianalisis secara kuantitatif tentang bagaimana pewabahannya.
Beberapa istilah yang bekerjasama dengan epidemi sering saling dipahami berbeda. Istilah yang lebih tepat untuk ‘pewabahan penyakit tanaman’ yaitu epifitotik (epos = diantara, pada, mengenai phyton = pohon = tanaman), tetapi istilah ini kurang menerima perhatian, sehingga hingga kini dalam ilmu penyakit tanaman, pewabahannya tetap dipakai istilah ‘epidemi’ sebagai kata benda dan ‘epidemik’ sebagai kata sifat yang sudah sangat luas dan dikenal masyarakat.
Epidemik (epidemic) berarti peningkatan insiden penyakit (disease incidence) atau terjadi perkembangan penyakit dalam suatu populasi tumbuhan per satuan waktu per satuan luas (van der Plank, 1963). Zadock & Schein (1979) mengemukakan bahwa epidemik sebagai pertambahan penyakit dalam suatu populasi tumbuhan per satuan waktu per satuan luas. Pengertian epidemik tersebut dipakai untuk menunjukkan dinamika penyakit dalam populasi tumbuhan tanpa mempertimbangkan keganasannya. Epidemi terjadi pada jangka waktu tertentu, atau tidak selalu terjadi pada setiap waktu. Epidemi terjadi pada tempat, ruang, wilayah tertentu, atau tidak merata di setiap tempat. Suatu penyakit yang terdapat merata, terjadi terus menerus di setiap musim dan berasal dari tempat yang bersangkutan, tidak dianggap sebagai penyakit epidemik, tetapi penyakit endemik. Penyakit exotik terdapat merata tetapi berasal dari daerah lain. Suatu penyakit yang merata di seluruh benua atau dunia disebut pandemik, tetapi kalau penyakit hanya terdapat di sana-sini dengan selang waktu yang tidak tertentu dan tidak meningkat disebut sporadik.
II.2. PROSES TERJADI EPIDEMI
Penyakit epidemi terjadi karena interaksi yang tepat pada waktunya dari unsur-unsur yang menimbulkan terjadinya penyakit tanaman. Unsur-unsur yang dimaksud yaitu: 1) tumbuhan inang yang rentan, 2) patogen yang virulen (ganas), 3) kondisi lingkungan yang menguntungkan interaksi, 4) campur tangan manusia dan 5) waktu interaksi
Pada sistem alami, unsur yang dipertimbangkan dalam interaksi yang menimbulkan terjadinya penyakit hanya tiga, yaitu tumbuhan inang rentan, patogen virulen dan kondisi lingkungan yang menguntungkan interaksi. Interaksi ini telah umum digambarkan sebagai denah segitiga penyakit, sehingga konsep timbulnya penyakit yang memakai pertimbangan tiga unsur ini disebut konsep segi tiga penyakit. Pada ekosistem pertanian, kegiatan manusia yang mungkin tanpa disadari sanggup membantu timbul dan berkembangnya penyakit atau bahkan sebaliknya secara efektif sanggup menghentikannya pada kondisi yang mungkin secara alami menimbulkan epidemik. Interaksi dalam ekosistem pertanian ini biasanya digambarkan sebagai denah segi empat penyakit dan konsepnya disebut konsep segi empat penyakit.
Perkembangan penyakit menjadi terang apabila diamati dalam rentang waktu yang cukup lama. Pengamatan dilakukan dari satu waktu ke waktu berikutnya, dari satu animo ke musim-musim berikutnya atau dari tahun ke tahun-tahun berikutnya. Hal-hal yang dipertimbangkan yaitu kerentanan tumbuhan inang, virulensi patogen, serta usang dan intensitas faktor lingkungan. Oleh lantaran itu, proses epidemik penyakit secara alami, digambarkan sebagai denah limas segi tiga (tetrahedron) epidemik penyakit dengan memakai bantalan denah segi tiga penyakit dan unsur waktu sebagai tinggi limas. Pada ekosistem pertanian, proses epidemik penyakit digambarkan sebagai denah limas segi empat (piramida) epidemik penyakit.
Dalam denah segi empat penyakit maupun piramida epidemi penyakit, unsur campur tangan insan sulit diukur atau dikuantitatifkan. Oleh lantaran itu dalam analisis kuantitatif epidemi penyakit tumbuhan hanya diketengahkan unsur - unsur yang berinteraksi dalam denah tetrahedron epidemi. Kekuatan masing – masing unsur dalam denah tetrahedron epidemi penyakit tanaman, diwakili oleh panjang sisi bangunan ke-arah unsur lainnya. Jika keempat unsur tetrahedronepidemi penyakit tersebut sanggup diukur, maka volume piramida akan sanggup dihitung pula. Berdasar fatwa inilah kemudian kita gunakan sebagai analogianalisis epidemi sehingga volume piramida akan sebanding dengan beratnyapenyakit pada tumbuhan yang bersangkutan. Oleh lantaran itu berdasarkan analisis konsep piramida, kemungkinan penyakit menjadi epidemik apabila:
1. Kerentanan tumbuhan inang (I) meningkat atau ketahanannya menurun
2. Virulensi (keganasan) patogen (P) meningkat
3. Kondisi lingkungan (L) mendekati tingkat optimum untuk pertumbuhan, reproduksi,
dan penyebaran patogen.
4. Meningkatnya campur tangan manusia (M) yang menimbulkan berubahnya
keseimbangan ekosistem
5. Rentang waktu (t) yang menguntungkan interaksi inang-patogen berlangsung cukup
lama.
II.3. PERAMALAN EPIDEMI PENYAKIT TANAMAN
II.3.1. Peramalan Epidemi Penyakit Tanaman
A. Prakiraan penyakit
Jika datangnya epidemi sanggup diprakirakan (diramal, diprediksi) dengan jangka waktu yang cukup untuk melaksanakan perjuangan pencegahan, kerugian-kerugian besar akan sanggup dihindarkan. Namun demikian, kebanyakan epidemi, terutama ditentukan oleh faktor-faktor cuaca yang sukar diprakirakan dan hanya sedikit penyakit yang sudah diketahui faktor penentunya maka hanya sedikit penyakit yang sanggup diprakirakan epideminya.
Sebelum memulai menyusun sistem prakiraan, terlebih dahulu faktor-faktor yang membantu perkembangan penyakit perlu diketahui. Selain pengamatan faktor-faktor cuaca, menyerupai kelembaban udara, penyinaran matahari, sering diharapkan pengamatan biologis, menyerupai kerapatan spora patogen di udara, populasi vektor serangga dan lain-lain. Makin lengkap data yang tersedia mengenai relasi antara intensitas penyakit dengan majemuk faktor tersebut, cara prakiraan akan semakin tepat. Praktek prakiraan sangat tergantung dari hasil-hasil penelitian epidemiologi, meskipun penelitian epidemiologi tidak selalu menghasilkan sistem prakiraan. Sering kali prakiraan disebut sebagai ‘epidemiologi terapan’ (applied epidemiology).
Kemampuan memprakirakan epidemi penyakit tumbuhan merupakan stimulasi secara cerdik dan juga indikasi keberhasilan pemodelan atau stimulasi computer penyakit tertentu. Hal tersebut juga sangat mempunyai kegunaan bagi petani dalam tindakan pengelolaan penyakit tumbuhan. Prakiraan penyakit tumbuhan memungkinkan untuk memprediksi peluang terjadinya peledakan (out-break) atau peningkatan intensitas penyakit dan kemudian bagi kita untuk memilih apa, kapan dan dimana tindakan pengendalian akan dilakukan. Dalam pengelolaan penyakit tumbuuhan, petani harus selalu menghitung resiko, biaya dan laba pada setiap keputusan. Sebagai contoh : mereka harus sanggup memutuskan apakah harus atau tidak menanam tumbuhan tertentu pada suatu lahan, apakah harus atau tidak membeli materi perbanyakan yang bebas virus dan patogen lain tetapi lebih mahal, dan apakah harus menanam benih yang kesannya rendah tetapi tahan terhadap penyakit sehingga tidak perlu membeli pestisida atau varietas yang kesannya tinggi tetapi rentan terhadap penyakit dan harus membeli pestisida. Petani juga membutuhkan prakiraan perkembangan penyakit tumbuhan untuk memutuskan apakah tumbuhan tersebut akan diperlakukan dengan pestisida pada ketika itu atau dinantikan beberapa hari lagi, lantaran kalau mereka sanggup menunggu, mungkin akan sanggup menurunkan jumlah pestisida dan tenaga kerja yang dipakai tanpa meningkatkan resiko kehilangan hasil tanaman.
Untuk menyusun cara prakiraan perlu diketahui stadium mana dari daur penyakit yang memegang peranan penting bagi penyakit selanjutnya dan keadaan luar yang bagaimana yang sangat mempengaruhi stadium ini. Dalam memprakirakan penyakit tumbuhan yang sedang berkembang, mereka harus mengerti beberapa sifat patogen tertentu. Inang dan lingkungannya. Secara umum untuk penyakit monosiklik, menyerupai : amis akar kacang kapri dan layu stewart pada jagung, dan penyakit polisiklik yang mungkin mempunyai cukup banyak inokulum awal, menyerupai kudis apel, perkembangan penyakit mungkin sanggup diduga dengan menaksir inokulum awal. Untuk penyakit polisiklik, menyerupai late blight pada kentang yang mempunyai inokulum awal kecil tetapi mempunyai banyak daur penyakit, perkembangan penyakit sanggup diduga secara baik dengan menaksir laju daur penyakit. Untuk penyakit yang jumlah inokulum awal dan daur penyakit yang banyak, menyerupai : penyakit menguning pada bit (beet yellowing), keduanya (inokulum awal dan laju daur penyakit) harus ditaksir untuk ketepatan prediksi epidemi penyakit tersebut. Namun demikian prakiraan tersebut sering sulit dilakukan atau mungkin juga tidak sanggup sama sekali dan kendatipun terjadi peningkatan yang luar biasa dalam hal peralatan dan metodologi, penaksiran inokulum awal dan laju daur penyakit jarang akurat. Lagi pula, penting dilakukan monitoring faktor-faktor cuaca dan seringkali sulit menghubungkan factor tersebut dengan perkembangan penyakit tumbuhan.
Di muka sudah diuraikan pada konsep segitiga penyakit bahwa perkembangan penyakit ditentukan oleh faktor patogen, tumbuhan inang dan faktor lingkungan, khususnya cuaca. Di samping itu dalam epidemiologi factor waktu memegang kiprah penting dalam prakiraan. Epidemi belum mungkin terjadi kalau faktor-faktor yang membantu penyakit hanya berlangsung selama satu daur hidup patogen. Gabungan dari faktor patogen, tumbuhan, cuaca, dan waktu (konsep tetrahedron epidemi) sanggup membentuk majemuk kombinasi, meskipun tidak semuanya penting. Untuk beberapa macam penyakit satu tingkatan yang terjadi pada waktu tertentu sanggup memilih beratnya penyakit untuk seluruh musim.
Agar sanggup disusun cara prakiraan yang bermanfaat, beberapa syarat berikut ini diperlukan, yaitu :
1. Pertanaman merupakan tumbuhan penting, contohnya : tumbuhan pangan, tumbuhan perkebunan, yang mempunyai nilai tinggi
2. Penyakit sanggup menimbulkan kerugian besar, tetapi hanya pada keadaankeadaan tertentu saja. Kalau pengendalian dilakukan terus menerus akan memerlukan biaya tinggi tetapi kalau tidak dilakukan sanggup berbahaya terjadi epidemi.
3. Perlu terdapat cukup keterangan, baik hasil pengamatan maupun penelitian, mengenai imbas aneka macam faktor lingkungan terhadap perkembangan penyakit
4. Para penanam (petani) cukup siap dan mengerti prakiraan epidemik penyakit.
5. Untuk penyakit yang bersangkutan telah tersedia cara pengendalian yang tepat.
6. Terdapat jarak (tenggang) waktu yang cukup antara diumumkannya hasil prakiraan dengan timbulnya epidemi penyakit.
Di Indonesia hanya penyakit cacar teh yang disebabkan oleh Exobasidium vexans yang sudah disusun beberapa cara untuk memperkirakan epideminya, sehingga para pekebun sanggup meningkatkan efektivitas pemakaian fungisida untuk mencegahnya. Setelah mengumpulkan data mengenai relasi intensitas cacar dengan cuaca selama beberapa tahun, pada tahun 1955 Huysmans menyusun rumus yang didasarkan atas relasi antara intensitas cacar dengan kelembaban udara di waktu siang hari untuk perkebunan teh di Sumatra Utara. Berdasarkan rumus yang disusun Huysmans ditentukan batas kritis, kapan pekebun harus melaksanakan pendasteran atau penyemprotan fungisida, tetapi lantaran sulitnya pengamatan kelembaban udara di kebun teh yang topografinya tidak rata, Homburg (1955), van der Knaap (1955) dan de Weille (1959) menyusun cara peramalan yang didasarkan atas lamanya penyinaran matahari. Wolthuis (1970) menyusun cara peramalan yang didasarkan atas pengamatan pada perkecambahan spora cacar di lapangan.
Di Sri Langka juga sudah disusun cara peramalan untuk epidemi cacar teh. Untuk meramalkan intensitas penyakit 3 ahad mendatang dipakai hasil pengamatan intensitas penyakit hari ini dan intensitas penyakit 3 ahad yang lalu, yang dikoreksi dengan rata-rata penyinaran matahari harian. Balai penelitian teh Sri Langka membuat alat sederhana yang sanggup membantu perhitungan dalam peramalan, bahkan dengan adanya komputer perhitungan-perhitungan sangat dipermudah. Jika diramalkan bahwa intensitas penyakit kurang dari 35%, penyemprotan fungisida tidak perlu dilakukan, lantaran penyakit tidak akan menimbulkan kerugian secara ekonomi.
Umumnya suatu hal yang bermanfaat untuk mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya, yaitu : tersedia informasi perihal penyakit sebelum berusaha menerka perkembangannya, akan tetapi pada banyak kasus, hanya satu atau dua faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan penyakit, sehingga pengetahuan yang banyak perihal faktor-faktor tersebut telah cukup untuk merumuskan prakiraan penyakit tumbuhan memakai kriteria jumlah inokulum awal. Sebagai contoh : layu Stewart pada jagung, jamur lendir biru (blue mold) pada tembakau, fire blight pada apel dan persik, amis akar pada kapri, dan jenis penyakit lain yang disebabkan oleh patogen soil borne, menyerupai : Sclerotium dan siste nematoda. Peramalan lain memakai jumlah daur penyakit atau jumlah inokulum sekunder, sebagai contoh : late blight pada kentang, Cercospora dan bercak daun lainnya, dan embun tepung pada anggur, sedangkan yang lainnya lagi memakai kriteria jumlah inokulum awal dan jumlah daur penyakit atau jumlah inokulum sekender (kudis apel, amis hitam pada anggur, karat kacangkacangan, hawar daun Botrytis dan jamur lendir abu-abu (grey mold) dan
menguning gula bit (sugar beet yellowing).
Di Amerika serikat telah usang banyak penyakit yang sanggup diramalkan epideminya, bahkan beberapa diantaranya dengan batas waktu tenggang yang cukup lama, sehingga petani sanggup mengubah jenis tumbuhan yang ditanam pada animo itu. Cara-cara peramalan ini ada yang didasarkan atas pengamatan cuaca, populasi inokulum, dan populasi serangga vektor.
Beberapa contoh peramalan tertera di bawah ini.
1. Penyakit layu kuman pada jagung
Bakteri penyebab layu jagung (Erwinia stewart) di Amerika terutama mempertahankan diri pada animo winter dalam tubuh kumbang flea (flea beetle). Dapat atau tidaknya serangga ini mempertahankan diri dalam animo winter tergantung kepada keras lunaknya winter tersebut. Peramalan akan datangnya epidemi didasarkan pada pengamatan suhu bulan Desember hingga Pebruari. Jika suhu rata-rata kurang dari –1oC, kebanyakan kumbang vektor akan mati dan pada animo tanam berikutnya akan
kurang terdapat penyakit layu pada jagung. Jika diperkirakan akan terjadi epidemi, diadakan perubahan-perubahan dalam planning penanaman.
2. Curly top pada bit gula
Makin awal dan makin besar migrasi wereng (leaf hopper) bit dari tumbuhan inang winter ke ladang-ladang bit, akan semakin tinggi kerugian lantaran penyakit virus tersebut. Di Amerika Serikat sebelah selatan pengamatan tumbuhan inang dan banyaknya wereng dalam bulan Januari sanggup memperlihatkan kemungkinan akan besar-kecilnya serangan pada bulan Mei dan Juni.
3. Karat daun gandum
Di Amerika Serikat barat daya, timbulnya penyakit karat (Puccinia recondita) daun gandum pada bulan April hingga juni mempunyai relasi dengan cuaca dan perkembangan karat pada bulan Pebruari hingga Maret. Peramalan yang teliti telah sanggup diumumkan pada tanggal 1 April. Jika akan ada epidemi, petani dianjurkan untuk tidak menanam gandum, tetapi menanam sorgum, kapas atau kacang-kacangan.
4. Kudis Apel
Inokulum primer penyakit ini (Venturia inaequalis) yaitu askospora yang disebarkan oleh daun yang gugur yang bertahan selama winter. Untuk melaksanakan peramalan diadakan pengamatan terhadap daun tersebut pada animo semi untuk memilih ketika terlepasnya askospora, dihubungkan dengan analisis terhadap suhu dan
kelembaban udara. Di daerah-daerah apel hasil peramalan disiarkan lewat radio, biar para petani mengadakan penyemprotan. Dengan sistem peringatan ini sanggup disusun planning penyemprotan yang efektif.
5. Hawar daun kentang
Peramalan ini harus dilakukan tepat pada waktunya biar para penanam mempunyai kesempatan untuk melindungi tanamannya dengan penyemprotan. Peramalan didasarkan pada pengamatan cuaca dan intensitas penyakit di banyak petak
pengamatan (observation plot) yang letaknya tersebar luas. Setiap hari hasil pengamatan ini digambar pada suatu peta. Di Amerika Serikat, peramalan dilakukan oleh LATE BLIGHT FORECASTING SERVICE. Faktor cuaca, setiap hari dijumlahkan, curah hujan dari 7 hari sebelumnya dan dihitung rata-rata ke 7 hari tersebut. Jika suhu
rata-rata 7 hari selama 7 hari berturut-turut 77o F atau kurang, sedangkan jumlah hujan 1,2 inci atau lebih, sanggup diharapkan akan ada epidemi. Penyemprotan harus segera dilakukan sehabis diumumkannya hasil peramalan.
Perhitungan relasi antara aneka macam faktor dengan intensitas penyakit sanggup dilakukan dengan gampang dengan mempergunakan komputer. Komputer sanggup diprogram sesuai dengan rumus-rumus yang diperlukan, sehingga kalau data hasil pengamatan dimasukkan, dengan segera penanam mengetahui prakiraan intensitas penyakit di waktu yang akan datang. Untuk pertama kali Waggoner dan Horsfall (1969) di Amerika Serikat menyusun EPIDEM untuk mensimulasi penyakit hawar dini (Alternaria solani) pada tomat dan kentang, kemudian tahun-tahun berikutnya hingga kini sudah banyak sekali acara peramalan penyakit tanaman.
B. Monitoring faktor cuaca yang mempengaruhi perkembangan penyakit
Terdapat sejumlah kesulitan untuk memonitoring faktor-faktor cuaca selama berlangsungnya epidemi penyakit tumbuhan. Kesulitan tersebut muncul dari kebutuhan untuk memonitoring secara terus menerus beberapa faktor yang berbeda (suhu, kelembaban, kebasahan daun, hujan, angin, dan kabut) pada tempat-tempat yang berbeda dalam kanopi tumbuhan pada satu lahan atau lebih. Pada waktu yang lalu, pengukuran dilakukan dengan memakai peralatan mekanik, yang hanya sanggup mengukur variabel lingkungan secara bergairah atau dengan interval yang usang dan data yang tercatat tidak meyakinkan menyerupai adanya lepotan tintan pada kertas grafik. Pada beberapa tahun belakangan ini, telah dikembangkan beberapa sensor elektronik yang
menghasilkan data secara elektrik yang gampang dicatat oleh penghitung data yang dikomputerisasi. Sensor yang terkomputerisasi tersebut menghasilkan penelaahan yang lebih baik perihal relasi cuaca dengan penyakit dan memudahkan untuk memahami dan memakai sistem pengendalian penyakit prediktif pada lahan pertanian.
Beberapa jenis alat-alat tradisional dan alat elektrik yang dioperasikan dengan baterai digunkan untuk mengukur aneka macam faktor cuaca. Pengukuran suhu dilakukan dengan aneka macam tipe termometer, higrotermograf, termokopel, dan terutama dengan termistor (semi konduktor dengan ketahanan bersifat elektrik yang mengalami banyak perubahan terhadap suhu). Pengukuran kelembaban relatif dilakukan dengan higrotermograf. Kebasahan daun dimonitor dengan sensor string-type yang mengkerut ketika berair atau mengendur ketika kering dan meninggalkan berkas tinta dalam proses tersebut atau menutup dan membuka sirkuit listrik. Tersedia bentuk sensor kebasahan
elektrik yang sanggup ditempelkan ke daun atau ditempatkan diantara dedaunan, sensor tersebut mendeteksi dan mengukur usang hujan atau embun lantaran jenis yang terakhir membantu menutup sirkuit / rangkaian antara dua pasang elektroda.antara dua pasang elektroda. Hujan, angin dan awan (penyinaran) masih sanggup diukur dengan alat-alat tradisional (rain-funnel dan tipping-bucket gauge untuk hujan, anemometer untuk kecepatan angin, pirenometer untuk penyinaran.
Pada sistem monitoring cuaca moderen, sensor cuaca dihubungkan dengan alat data-logging. Data yang ada sanggup dibaca pada layar digital atau data tersebut dipindahkan ke kaset atau printer. Data dalam kaset sanggup dipindahkan ke komputer sehingga sanggup dilihat dan diproses ke dalam beberapa bahasa komputer, kemudian sanggup disusun menjadi matrik-matrik yang terpisah untuk setiap variabel cuaca, diplot dan dianalisis. Tergantung kepada setiap model penyakit yang digunakan, ketepatan informasi cuaca memberi dasar yang sangat bermanfaat untuk menerka sporulasi dan infeksi. Dengan demikian memberi peringatan yang terbaik terhadap ketika dilakukan tindakan pengendalian penyakit, menyerupai aplikasi fungisida.
Pada late blight kentang dan tomat, yang disebabkan oleh Phytophthora infestans, inokulum awal biasanya rendah dan umumnya terlalu kecil untuk sanggup dideteksi dan diukur secara langsung. Bahkan dengan inokulum yang rendah, awal dan perkembangan penyakit late blight sanggup diperkirakan dengan ketepatan yang sanggup mendapatkan amanah kalau kelembaban dan suhu pada lahan berada pada kisaran yang menguntungkan bagi jamur tersebut. Apabila suhu tetap masbodoh antara 10oC dan 24oC dan kelembaban relatif tetap di atas 75% sekurang-kurangnya selama 48 jam, maka akan sanggup terjadi ledakan late blight dua hingga tiga ahad berikutnya. Jika dalam periode tersebut dan sehabis itu terjadi hujan, embun atau kelembaban relatif mendekati titik jenuh selama beberapa jam, maka keadaan tersebut sanggup berperan meningkatkan penyakit dan sanggup diramalkan akan terjadi epidemi late blight.
Sistem pendugaan dengan memakai komputer telah dikembangkan untuk epidemi late blight. Pada salah satu sistem tersebut disebut BLITECAST, kelembaban dan suhu dimonitor secara terus menerus. Dari informasi yang ada dihitung dan diperkirakan nilai keganasan penyakit dan diberikan rekomendasi ke petani, menyerupai : kapan dilakukan penyemprotan. Belakangan ini telah ada system prakiraan late blight yang lebih teliti, disamping data kelembaban dan suhu dipakai juga informasi perihal ketahanan varietas kentang terhadap late blight dan efektivitas fungisida. Informasi perihal parameter tersebut tentu saja sangat mempunyai kegunaan dalam merumuskan rekomendasi untuk aplikasi fungisida.
Beberapa jenis penyakit bercak daun, menyerupai yang disebabkan oleh jamur Cercospora pada kacang tanah dan seledri, serta Exserohilum (Helminthosporium) turcicum pada jagung sanggup diperkirakan dengan menghitung jumlah spora yang tertangkap setiap hari, suhu dan usang periode kelembaban yang mendekati 100%. Periode abses diperkirakan terjadi kalau kelembaban relatif tinggi (95 – 100%) bertahan lebih dari 10 jam, dan petani dianjurkan untuk melaksanakan penyemprotan dengan segera.
Peramalan penyakit cacar teh lebih menekankan pada faktor cuaca. Faktor cuaca yang sangat mempengaruhi penyakit yaitu : kelembaban udara. Pembentukan dan pelepasan basidiospora diharapkan kelembaban yang lebih tinggi dari 80%. Perkecambahan spora diharapkan kelembaban yang lebih tinggi dari 90% atau bahkan diharapkan lapisan air pada permukaan daun teh, tetapi biasanya spora menjadi tidak sanggup berkecambah dengan baik di dalam tetes air dan berkecambah sangat baik di dalam lapisan embun.
Peramalan berdasarkan Wolthuis didasarkan pada hasil pengamatan perkecambahan basidiospora pada keadaan cuaca kebun. Pada sore hari sejumlah gelas obyek diberi basidiospora (spora cacar), diletakkan pada tonggak-tonggak setinggi bidang petik tumbuhan teh. Setelah 24 jam gelas-gelas obyek diamati dengan mikroskop untuk melihat perkecambahannya.
Pengamatan perkecambahan spora dibedakan menjadi 3 tingkatan, yaitu : tingkat I buluh kecambah pendek berisi protoplasma, tingkat II buluh kecambah panjang ( lebih dari 2 kali panjang spora) dan transparan, tingkat III kecambah membentuk apresorium. Tanda ancaman diberikan kalau ditemukan kecambah sebanyak 45% yang terdiri dari 25% tingkat I, 15% tingkat II dan 5% tingkat III. Huysmans (1952) di Sumatra utara menyusun sistem peramalan pada penyakit cacar teh. Ramalananya didasarkan kepada kelembaban udara, yang dianggabnya sebagai penyebab utama timbulnya epidemi cacar teh. Kelembaban udara dicatat dengan higrograf yang dipasang 2 m dari permukaan tanah (± 50 cm di atas permukaan tajuk). Peramalannya memakai angka kelembaban relatif harian rata-rata selama 5 hari berturut-turut. Angka kelembaban harian dihitung dengan mengukur kelembaban udara setiap dua jam dari jam 6 pagi hingga jam 18 sore, kemudian dijumlahkan dan dibagi 7,
sehingga mendapatkan angka kelembaban pada hari itu dan diberi simbul Ka. Kelembaban rata-rata selama 5 hari pada tanggal a diberi simbul Kr, yang merupakan hasil rata-rata (Ka + Ka-1 + Ka-2 + Ka-3 + Ka-4) : 5 = Kr
Rumus peramalan memakai batas kritis kelembaban 83% selama satu generasi cacar.
1. Apabila Kr selama 10 – 14 hari (satu generasi cacar) berada di atas 83%
akan timbul epidemi sedang dan akan berhenti kalau Kr selama 3 – 5 hari
berkurang dari 83%.
2. Apabila Kr selama 20 – 24 hari (dua generasi cacar) berada di atas 83% dan
diantaranya ada yang lebih tinggi dari 88%, maka akan timbul epidemi yang
berat selama 2 – 3 hari dan akan melemah kalau Kr berikutnya kurang dari
83%.
3. Pemberitahuan dilakukan 4 hari sebelum tiba epidemi dan kalau selama 3
hari berikutnya Kr kurang dari 83%, pencegahan sanggup dihentikan.
Homburg (1955) membuat peramalan di Jawa Barat yang mendasarkan kepada lamanya penyinaran matahari pagi. Jika pada waktu pagi hari matahari bersinar selama 6 jam (dari pukul 6 hingga pukul 12), maka penyinaran (P) = 100%. Batas kritis usang penyinaran = 80 : Pr5 x 3 jam (Pr5 = usang penyinaran ratarata selama 5 hari. Apabila selama 3 hari angka-angka rata-rata 5 hari penyinaran pagi kurang dari usang penyinaran batas kritis maka perjuangan pencegahan harus segera dilakukan. Peramalan ini memang mendekati kenyataan tetapi selang waktu pemberitahuan hingga dengan terjadinya epidemi tidak jelas, lantaran hanya disebutkan segera dilakukan pencegahan tanpa menyebutkan kapan epidemic terjadi kalau tanpa dilakukan pencegahan. Namun demikian sistem Homburg ini sanggup dipakai sebagai acuan.
C. Sistem peringatan dini ke petani
Pada sebagian besar kasus, sistem peringatan dini dimulai dari petani, penyuluh pertanian atau konsultan khusus yang mensurvei lahan tertentu secara rutin atau apabila kondisi cuaca menguntungkan pematangan inokulum primer atau munculnya penyakit tertentu. Bila didapatkan inokulum yang matang, menyerupai : askospora pada kudis apel, atau ditemukan awal penyakit, contohnya : late blight pada kentang, maka diberitahukanlah pegawai penyuluh wilayah. Selanjutnya penyuluh wilayah memberitahu kepada hebat penyakit tumbuhan negara bagian, yang akan menyusun laporan perihal penyakit tersebut dari seluruh pelasok negara cuilan dan memberi tahu semua biro (petugas) yang berkompeten. Mereka selanjutnya dengan telephon, radio atau surat memberitahukan kepada semua petani di wilayah tersebut. Terhadap penyakit yang berpotensi regional atau nasional, hebat penyakit tumbuhan di negara cuilan memberitahu pegawai survey penyakit tumbuhan federal dari departemen pertanian Amerika Serikat, yang selanjutnya memberitahu kepada semua hebat penyuluh penyakit tumbuhan pada negara cuilan yang berdekatan dan negara cuilan lain yang mungkin dipengaruhi oleh penyakit tumbuhan tersebut.
Belakangan ini, telah dicoba dan dipakai sistem peringatan dini dengan memakai komputer untuk penyakit tertentu di beberapa negara bagian. Beberapa diantaranya (seperti : BLITECAST) memakai komputer yang ditempatkan secara terpusat yang memproses data cuaca yang dikumpulkan dari lahan oleh setiap petani dan dikirimkan dengan interval tertentu atau apabila timbul keadaan cuaca tertentu. Komputer menyelidiki data, memilih apakah periode abses telah dekat, mungkin terjadi abses atau tidak dan dibuat rekomendasi untuk petani apakah akan dilakukan penyemprotan atau tidak dan materi kimia yang akan digunakan.
Baru-baru ini, telah dikembangkan komputer yang lebih khusus yang mempunyai sensor lahan dan sanggup ditempatkan pada pos-pos di lahan petani. Unit-unit tersebut (seperti untuk memprediksi kudis apel) memonitor dan mengumpulkan data perihal suhu, kelembaban relatif, usang daun basah, dan jumlah curah hujan, menganalisis data secara otomatis, membuat pendugaan (prediksi) perihal kemungkinan terjadinya penyakit serta intensitasnya dan dengan cepat membuat rekomendasi perihal tindakan yang akan dilakukan untuk mengendalikan penyakit. Unit yang sama sanggup dipakai untuk penyakit lain apabila acara prediksinya tersedia dan sanggup diprogramkan ke dalam unit tersebut atau papan acara sirkuit sanggup ditukarkan. Prediksi unit tersebut
didapatkan dengan memakai keyboard sederhana dan pribadi dipakai di lahan atau unit tersebut sanggup dihubungkan ke personal komputer kalau diinginkan pengolahan data tambahan.
D. Menaksir kehilangan hasil
Datangnya epidemi sanggup diprakirakan, demikian juga perkembangan penyakit mencapai tingkatan atau proporsi tertentu. Yang sering menjadi materi pertimbangan dalam pelaksanaan pengindahan peringatan pada peramalan penyakit yaitu : seberapa besar kerugian hasil kalau peringatan tersebut tidak diindahkan ?. Oleh lantaran itu diharapkan pengetahuan perihal relasi beratnya penyakit terhadap besarnya kehilangan hasil dalam bentuk tabel atau dalam bentuk model matematik.
Hubungan berat penyakit terhadap kehilangan hasil dalam bentuk tabel sanggup dipersiapkan pada waktu menyusun kriteria skoring pengukuran penyakit menyerupai terlihat pada kunci skoring penyakit hawar daun kentang yang disusun oleh W. C. James (1971) pada halaman 48. Hubungan ini sanggup disusun dalam bentuk table atau model matematik, yang biasanya sudah diuji berulangkali di aneka macam ruang (baca tempat) dan di aneka macam animo tanam (baca waktu). Hubungan berat penyakit terhadap kehilangan hasil dalam model matematik lebih banyak berkembang lantaran sanggup diprediksi melalui hitungan-hitungan matematis dan sanggup dibandingkan secara statistik, sehingga sanggup dipakai untuk menjelaskan citra berat penyakit ke dalam citra besarnya kehilangan hasil. Model yang umum dipakai untuk menaksir kehilangan hasil untuk penyakit-penyakit penting di Amerika dikeluarkan oleh FAO (Food of Agriculture Organisation) tahun 1971 dengan rumus dengan arti simbul : L = kehilangan hasil
(kg/ha) ; X = berat atau proporsi penyakit (%) ; dan Pa = hasil konkret atau produksi dalam keadaan tidak sakit (kg/ha)
II.3.2. Peramalan Epidemi Penyakit Bulai Pada Jagung
Bulai jagung, Penyebab penyakit ini yaitu Peronosclerospora maydis, penyakit bulai sanggup menimbulkan tanda-tanda sistemik yang meluas ke seluruh tubuh tumbuhan serta sanggup menimbulkan tanda-tanda lokal (setempat). Hal ini tergantung dari meluasnya jamur penyebab penyakit tersebut ke dalam tubuh tumbuhan yang terinfeksi. Gejala sistemik hanya terjadi bila jamur dari daun yang terinfeksi sanggup mencapai titik tumbuh sehingga sanggup menginfeksi semua daun yang dibuat oleh titik tumbuh tersebut.
Suatu penyakit untuk sanggup menjadi penting pada suatu lahan, dan terutama supaya penyakit tersebut sanggup menyebar pada areal yang luas dan menjelma epidemi yang hebat, maka harus terjadi kombinasi faktor-faktor lingkungan yang tepat dan penyebaran secara terus menerus ataupun secara berulang-ulang dan dengan frekuensi yang tinggi, mencakup areal yang luas. Bahkan dalam suatu lahan kecil yang mengandung patogen, tumbuhan hampir tidak pernah menderita penyakit yang berat hanya lantaran satu kondisi yang menguntungkan.
Serangan patogen ini tiap tahun semakin meningkat, gangguan tersebut belum sanggup dikendalikan secara optimal sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar baik berupa kehilangan hasil, menurunkan mutu, terganggunya kontinuitas produksi, serta penurunan pendapatan petani. Oleh lantaran itu, di masa depan diperkirakan gangguan OPT akan semakin kompleks, yang antara lain jawaban perubahan fenomena iklim global yang kuat terhadap pola musim/cuaca lokal yang sangat erat kaitannya dengan perkembangan OPT.
Dalam ilmu manajemen, peramalan termasuk dalam unsur perencanaan, dan perencanaan merupakan cuilan yang terpenting dalam manajemen. Karena itu peramalan merupakan cuilan yang sangat penting dalam proses pengambilan keputusan untuk suatu tindakan. Peramalan OPT yaitu kegiatan yang diarahkan untuk mendeteksi dan memprediksi populasi/serangan OPT serta kemungkinan penyebaran dan jawaban yang ditimbulkan dalam ruang dan waktu tertentu. Peramalan OPT merupakan cuilan penting dalam acara dan kegiatan penerapan PHT dalam kegiatan perencanaan ekosistem yang tahan terhadap gangguan OPT (budidaya tumbuhan sehat).
Sasarannya antara lain untuk (1) menerka kemungkinan timbulnya OPT, (2) mendeteksi dan memprediksi populasi/serangan dan kerusakan yang ditimbulkan OPT berdasarkan hasil pengamatan terhadap komponen-komponen yang kuat di lapang, serta (3) menerka kerugian atau kehilangan hasil jawaban gangguan OPT.
Tujuannya yaitu memperlihatkan informasi perihal populasi, intensitas serangan, luas serangan, penyebaran OPT pada ruang dan waktu yang akan datang. Informasi tersebut sebagai dasar untuk menyusun perencanaan, saran tindak pengelolaan atau penanggulangan OPT sesuai dengan prinsip, taktik dan teknik PHT. Dengan demikian diharapkan sanggup memperkecil resiko berusaha tani, populasi/serangan OPT sanggup ditekan, tingkat produktivitas tumbuhan pada taraf tinggi, menguntungkan dan kondusif terhadap lingkungan.
Agar sanggup melaksanakan peramalan maka diharapkan variabel-variabel tertentu. Untuk penentuan variabel-variabel tersebut dilakukan melalui serangkaian proses kegiatan yang terdiri atas kegiatan kajian lapang yang intensif dan ekstensif, pengumpulan data secara historis (runtun-waktu), laporan PHP, surveillance dan monitoring serta informasi lainnya. Selanjutnya dari kegiatan–kegiatan tersebut akan sanggup dipelajari perihal karakteristik OPT yang menjadi variabel (faktor kunci) peramalan menyerupai tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1. Variabel yang dipakai dalam model peramalan OPT
Variabel yang menjelaskan (independent) | Variabel yang dijelaskan (dependent) |
Populasi OPT, populasi musuh alami, intensitas serangan OPT, komposisi varietas, komposisi vegetasi, komposisi stadia tanaman, luas tanam, luas serangan, tindakan pengendalian, cara budidaya tanaman, dan iklim. | Populasi OPT, intensitas serangan, luas serangan, dan kehilangan hasil. |
Berdasarkan musim (kemarau & hujan) serta data luas serangan tahun lalu, luas serangan penyakit bulai sanggup diramalkan dengan memakai pendekatan matematis sebagai berikut :
Musim Kemarau
Model 1 : Peramalan luas serangan pada musim kemarau
a. Log Y = 0,385 + 0,365 Log (X1) ± 0,09; (R2 = 0,19)
b. Log Y = 0,172 + 0,174 Log (X1) + 0,539 Log (X2) ± 0,08;
(R2 = 0,42)
Model 2: Peramalan luas serangan pada musim hujan
a. Log Y = 0,640 + 0,546 Log (X1) ± 0,11; (R2 = 0,19)
b. Log Y = 0,452 + 0,313 Log (X1) +0,358 Log (X2) ± 0,11;
(R2 = 0,26)
Keterangan Model 1 dan 2 :
Y = Ramalan luas serangan yang akan terjadi pada animo yang akan datang.
X1 = Luas serangan yang terjadi pada 1 animo yang lalu.
X2 = Luas serangan yang terjadi pada 2 animo yang lalu.
Contoh Model 1 yang diterapkan pada model b:
Ramalan KLTS penyakit bulai pada tumbuhan jagung Musim Kemarau 2003. Dilaporkan KLTS MH 2002/2003 seluas 10 ha dan KLTS MK 2002 seluas 100 ha. Maka sanggup diramalkan:
Log Y = 0,172 + 0,174 Log (X1) + 0,539 Log (X2) ± 0,08
Log Y = 0,172 + 0,174 Log (10) + 0,539 Log (100)
Log Y = 0,172 + 0,174 (1) + 0,539 (2)
Log Y = 0,172 + 0,174 + 1,078 = 1,424
Jadi Ramalan KLTS Musim Kemarau 2003 = 10 1,424 = 26,5 ha,
Minimum = 10 (1,424-0,08) = 10 1,344 = 22,1 ha, dan
Maksimum = 10 (1,424+0,08) = 10 1,504 = 31,9 ha.
Model peramalan yang telah dikembangkan tentunya masih belum tepat lantaran masih banyak komponen sebagai faktor kunci yang belum diketahui. Oleh lantaran itu biar model peramalan mempunyai akurasi yang tinggi maka masih diharapkan penilaian lapang serta penyesuai dengan spesifik lokasi.
BAB III PENUTUP
III.1. Kesimpulan :
1. Hubungan berat penyakit terhadap kehilangan hasil dalam model matematik lebih banyak berkembang lantaran sanggup diprediksi melalui hitungan-hitungan matematis dan sanggup dibandingkan secara statistik, sehingga sanggup dipakai untuk menjelaskan citra berat penyakit ke dalam citra besarnya kehilangan hasil. Model yang umum dipakai untuk menaksir kehilangan hasil untuk penyakit-penyakit penting di Amerika dikeluarkan oleh FAO (Food of Agriculture Organisation) tahun 1971 dengan rumus dengan arti simbul : L = kehilangan hasil (kg/ha) ; X = berat atau proporsi penyakit (%) ; dan Pa = hasil konkret atau produksi dalam keadaan tidak sakit (kg/ha).
2. Model peramalan yang telah dikembangkan tentunya masih belum tepat lantaran masih banyak komponen sebagai faktor kunci yang belum diketahui. Oleh lantaran itu biar model peramalan mempunyai akurasi yang tinggi maka masih diharapkan penilaian lapang serta penyesuai dengan spesifik lokasi.
3. Peramalan epidemic penyakit tumbuhan ada beberapa cara, yaitu:
a. Prakiraan penyakit
b. Monitoring faktor cuaca yang mempengaruhi perkembangan penyakit
c. Sistem peringatan dini ke petani
d. Menaksir kehilangan hasil
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N., 1997. Plant Pathology. 4th ed., Academic Press. New York. p 155-158
Baker, R. 1971. Analyses involving inoculum density of soil-borne plant pathogens in epidemiology. Phytopathology 61: 1280-1292.
Kranz, J. (Ed.) 1974. Epidemics of Plant Diseses. Springer-Verlag. Berlin
Leonard, K. J. & W. E. Fry. 1986. Plant Disease Epidemiology. Macmillan
Publishing Co. New York.
Purnomo, B. 2002. Pengantar Epidemiologi Penyakit Tanaman. (diktat) Faperta Unib.
Bengkulu.
Singh, R.S. 1978. Introduction to principles of Plant Pathology. 2nd ed. Oxford.
New Delhi.
Zadoks, J.C. & R.D. Schein. 1979. Epidemiology and Plant Disease Managemen.
Oxford University press. New Yor k