Loading...

Inilah Laporan Kesuburan Tanah

Tanah Alfisol

Alfisols merupakan tanah yang telah berkembang dengan karakteristik profil tanah membentuk sekuen horison A/E/Bt/C, yang terbentuk melalui proses kombinasi antara podsolisasi dan laterisasi pada kawasan iklim lembap dan biasanya terbentuk dibawah tegakan hutan berkayu keras (Tan 2000). Alfisols  juga sanggup  terbentuk  dari  lapukan  batu  gamping,  batuan  plutonik, materi  vulkanik  atau  batuan  sedimen. Secara umum tanah alfisol mempunyai N total rendah, P tersedia sangat rendah dan K tersedia  sedang,  maka  perlu  penambahan  unsur  tersebut  dalam  jumlah  banyak, untuk mempertahankan pertumbuhan tumbuhan yang optimal (Minardi 2002). 

Pada tanah alfisol, kata “Alf” berarti pedalfer Al-Fe. Tanah alfisol ini juga merupakan tanah yang mempunyai epipedon okrik dan horizon argilik dengan kejenuhan basa sedang hingga tinggi. Pada umumnya tanah alfisol ini berupa tanah tidak kering (Sutanto 2011)
(Pustaka Terlengkap - https://petaniokesip.blogspot.com/)
Hendaknya, penggunaan tanah alfisol tidak terus-menerus hanya untuk satu jenis, tetapi dilakukan perputaran jenis tumbuhan pada lahan yang sama. Awalnya, para jago beranggapan bahwa perputaran tumbuhan pada tanah alfisol ini dibutuhkan semoga zat-zat yang menjadi nutrisis untuk tumbuhan tertentu tidak habis. Habis lantaran terus dikonsumsi oleh tumbuhan yang sama, sementara zat lain yang tidak dikonsumsi tetap tidak berguna. Ternyata, hal ini tidak benar justru sisa tumbuhan tersebut sanggup menjadi racun bagi tumbuhan itu sendiri. Oleh lantaran itu, dibutuhkan perputan jenis tumbuhan pada tanah alfisol mengingat pentingnya tanah alfisol untuk memenuhi kebutuhan pangan kita (Ahira 2010)

Stabilitas agregat tanah (SA03B) untuk Alfisols tergolong mantap, Vertisol tergolong sangat mantap dan Inceptisol tergolong mantap. Menurut Sri Hastuti metode De Boodt ISA hanya cocok untuk evaluasi pengikisan tanah. Amezketa et al. (1996) juga menemukan hal yang sama bahwa stabilitas agregat mantap air (SA03B) tidak memperlihatkan adanya hubungan yang aktual terhadap komponen pengikisan tanah (seperti pengikisan percik, laju ajaran permukaan, laju infiltrasi, dan pengikisan total). Kondisi ini sanggup difahami bahwa dilihat dari selisih nilai yang begitu besar antara stabilitas agregat di atas 2 mm (SA20B) dengan stabilitas agregat di atas 0,3 mm (SA03B) yang mendekati 50%, memperlihatkan bahwa agregat yang terbentuk didominasi oleh agregat-agregat yang berukuran kurang dari 2 mm, dan agregat ini jikalau terlepas gampang terangkut oleh ajaran air permukaan (Handayani 2002).

Pupuk Cair, Pupuk Kandang, Urea, NPK dan Pupuk SP
(Pustaka Terlengkap - https://petaniokesip.blogspot.com/)
Pemberian pupuk organik cair merupakan salah satu cara mengatasi defisiensi unsur hara makro maupun mikro. Pupuk organik cair mengandung aneka macam jenis unsur hara dan zat yang dibutuhkan tanaman. Zat-zat ini berasal  dari materi organik yang dipakai dalam pembuatannya. Zat tersebut terdiri  dari mineral, baik makro maupun mikro, asam amino, hormon pertumbuhan  dan mikroorganisme. Kandungan zat dan unsur hara harus dalam kondisi  yang seimbang sehingga sanggup memacu pertumbuhan tumbuhan yang baik (Parnata 2004).

Menurut Mayun (2007), pinjaman pupuk sangkar diharapkan sanggup mengatasi kendala-kendala pada tanah kawasan pesisir ibarat kadar hara dan materi organic rendah, kapasitas menahan air yang rendah, kesuburan tanahnya rendah, dan kandungan salinitasnya tinggi, dalam rangka upaya meningkatkan produktivitas lahan pesisir. Beberapa pinjaman pupuk sangkar sapi dengan 30 ton per hektar pada kawasan pesisir menawarkan imbas yang aktual pada pertumbuhan dan hasil umbi per hektar yang semakin meningkat baik pada tanpa mulsa maupun pada pinjaman mulsa. Terdapat hubungan yang sangat erat antara kompunen hasil dan komponen pertumbuhan dengan berat kering umbi per hektar.

Pupuk urea merupakan zat yang membantu pertumbuhan tanaman. Pupuk urea dibentuk secara kimiawi dengan kandungan kadar nitrogen yang cukup tinggi. Mayoritas pupuk urea yang beredar di pasaran mengandung unsur hara nitrogen (N) dengan kadar 46%, artinya setiap 100 kilogram pupuk urea mengandung 46 Nitrogen didalamnya. Pupuk urea menciptakan daun tumbuhan lebih hijau, rimbun dan segar. Nitrogen pada pupuk urea juga membantu daun tumbuhan lebih hijau dan rimbun sehingga mempunyai banyak klorofil. Dengan klorofil yang melimpah, tumbuhan akan lebih gampang melaksanakan fotosintesis (Jaya 2013)

Tersedianya pupuk beragam NPK diharapkan sanggup membantu para petani untuk memakai pupuk sesuai kebutuhan tumbuhan lantaran komposisi N, P dan K sanggup diformulasi menurut uji tanah. Menurut Syafruddin dan Zubachtirodin (2010), rekomendasi pemupukan NPK beragam 20:10:10 sebaiknya 400 kg/ha diberikan satu kali dan disertai pinjaman 100  kg urea/ha. Jika modal terbatas sanggup menentukan  biaya  produksi  yang termurah yaitu 300 kg NPK beragam 20:10:10 diberikan 1 kali dan dikombinasi dengan 100  –  200 kg urea/ha.

SP36 ialah pupuk yang mengandung 36% phosphor dalam bentuk P2O5. Pupuk ini terbuat dari phosphate alam dan sulfat. Pupuk SP36 berbentuk butiran dan berwarna abu-abu serta mempunyai sifat agak sulit larut ddalam air dan bereaksi lambat sehingga selalu dipakai sebagai pupuk dasar. Reaksi kimia pupuk SP36 ini tergolong netral, tidak higroskopis dan tidak bersifat memperabukan (Novitan 2002). 

Kesuburan Tanah

Menurut Purwanto (2007) bahwa upaya yang dilakukan untuk penghambatan nitrifikasi dan peningkatan pemanfaatan Nitrogen ialah dengan mempertahankan jumlah dan diversitas kualitas masukan seresah, sehingga akan meningkatkan imobilisasi NH4+ (substrat nitrifikasi) dan persaingan O2 antara basil heterotrof dan basil nitrifikasi. Penghambatan nitrifikasi dengan memakai seresah kualitas rendah (polifenol, lignin, kandungan C/N rasio tinggi) menghambat nitrifikasi secara tidak eksklusif yaitu dengan mendorong pertumbuhan mikrobia heterotrof. Dengan penambahan seresah kualitas rendah sanggup menghambat pertumbuhan basil nitrifikasi yang selanjutnya akan mempengaruhi laju nitrifikasi dan terjadilah proses penghambatan nitrifikasi.

Unsur fosfor (P) sifatnya kendaraan beroda empat dalam tanaman, artinya gampang dipindahkan dari cuilan daun yang renta ke titik tumbuh. Gejala kekahatan fosfor pada tumbuhan akan menimbulkan tumbuhan menjadi kerdil, pertumbuhan akar buruk, kedewasaan terlambat, warna daun hijau kelam, dan muncul warna keunguan contohnya pada jagung. Sebaliknya, Jika P berlebihan meskipun tidak secara eksklusif meracuni tanaman, akan menimbulkan merangsang pertumbuhan organisme perairan, mempercepat eutrofikasi, dan P tanah yang berlebih meningkatkan pengangkutan P dalam sedimen, serta air limpasan (Yuwono 2010).

Menurut Isrun (2009), Pemberian pupuk cair organik takaran 15 cc/l dan  waktu aplikasi 4 dan 8 MST, sanggup meningkatkan  K-tersedia  Entisols sebesar 0,24 me 100 g-1 menjadi 0,52 me 100 g-1, pada aplikasi 3, 6 dan 9 MST K-tersedia tanah cenderung menurun. Penurunan tersebut sanggup disebabkan  karena adanya proses pembersihan air hujan ataupun run off. Ketersediaan K  dalam tanah sangat tergantung pada penambahan dari luar maupun dari  fiksasi dari tanah itu sendiri. Namun besar kecilnya ketersediaan K untuk  tanaman juga dipengaruhi oleh seberapa besar kehilangan K dalam tanah baik  yang diakibatkan oleh pencucian, terangkut dikala panen maupun tanggapan draenase.

Alternatif perjuangan untuk memperbaiki atau meningkatkan kesuburan tanah pertanian secara berkelanjutan ialah dengan pinjaman materi organik. Penambahan materi organik sangat membantu dalam memperbaiki tanah yang terdegradasi,  karena pemakaian pupuk organik sanggup mengikat unsur hara yang gampang hilang serta membantu dalam penyediaan unsur hara tanah sehinnga efisiensi pemupukan menjadi lebih tinggi. Selain itu, materi organik sanggup meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan mengurangi kehilangan unsur hara yang ditambahkan melalui pemupukan sehingga sanggup meningkatkan efisiensi pemupukan.  Penambahan materi organik ke dalam tanah sanggup dilakukan dengan pinjaman   sisa atau limbah tumbuhan dan kotoran hewan. Pemanfaatan limbah tersebut sanggup mengurangi dampak pencemaran lingkungan dan menekan biaya produksi (Hairiah 2000).

Kapasitas tukar kation tanah tergantung pada tipe dan jumlah kandungan klei, kandungan materi organik dan pH tanah. Kapasitas tukar kation tanah yang mempunyai banyak muatan tergantung pH sanggup berubah-ubah dengan perubahan pH. Keadaan tanah yang sangat masam menimbulkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara kation dalam bentuk sanggup tukar lantaran perkembangan muatan positif. Kapasitas tukar kation kaolinit menjadi sangat berkurang lantaran perubahan pH  menjadi 5,5. Kapasitas tukar kation yang sanggup dijerap 100 gram tanah pada pH 7. Kapasitas tukar kation memperlihatkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut. Kapasitas tukar kation penting untuk meningkatkan kesuburan tanah maupun untuk genesis tanah (Askari 2011).

Kadar lengas merupakan kandungan air yang terdapat dalam pori tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar lengas yaitu, anasir iklim, kandungan materi organik dan fraksi lempung tanah, topografi dan adanya materi epilog tanah (bahan organik maupun anorganik). Fungsi mengetahui kadar lengas tanah dalam pertanian yaitu untuk mengetahui serapan hara serta pernafasan akar tumbuhan yang selanjutnya akan besar lengan berkuasa pada pertumbuhan dan produksi tumbuhan (Sasongko 2013).

Tanaman Jagung

Jagung merupakan cuilan dari sub sektor tumbuhan pangan yang menawarkan andil bagi pertumbuhan industri hulu dan pendorong industri hilir yang kontribusinya pada pertumbuhan ekonomi nasional cukup besar. Pemupukan dengan menggabungkan antara pupuk anorganik dan organik lebih meningkatkan produksi tumbuhan jagung baik itu panjang tongkol, lingkar tongkol dan bobot pipilan kering. Dengan peningkatan produksi tersebut, maka tumbuhan jagung menjadi komoditi yang strategis dan bernilai hemat serta mempunyai peluang untuk dikembangkan lantaran kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein sesudah beras (Dewanto et al 2013).

Sebagian besar lahan penanaman jagung di Indonesia berupa lahan kering. Masalah utama penanaman jagung di lahan kering ialah kebutuhan air sepenuhnya tergantung pada curah hujan, bervariasinya kesuburan lahan dan adanya pengikisan yang menjadikan penurunan kesuburan lahan. Selain itu dilema lain di lahan kering ialah mempunyai pH dan kandungan materi organik yang rendah (Adisarwanto 2002).

Menurut isrun (2009), jagung cantik yang ditanam pada Entisols sangat tanggap  terhadap pinjaman pupuk cair organik, sebagaimana terukur dengan  hasil  bobot  tongkol. Berdasarkan sidik ragam memperlihatkan bahwa imbas  interaksi pupuk cair dengan waktu aplikasinya, dan imbas berdikari keduanya sangat aktual besar lengan berkuasa terhadap K tersedia tanah. Ia juga menambahkan bahwa pupuk cair organik dengan waktu aplikasi yang berbeda aktual  memperbaiki sifat kimia (ketersediaan N, P dan K) Entisols dan meningkatkan hasil tumbuhan jagung manis.

Semakin tinggi takaran pupuk cair semakin tinggi kandungan P-tanah. Pada pertanaman jagung dengan aplikasi pinjaman pupuk cair, terjadi peningkatan P-tersedia tanah  disebabkan oleh sumbangan eksklusif dari P yang terdapat di  dalam pupuk cair tersebut. Selain itu juga mempunyai imbas tidak  langsung yakni melaui prosedur dari senyawa organik yang mempunyai gugus fungsional asam huimat dan fulvat sanggup berperan dalam pertukaran anion P dengan anion asam humat atau fulvat pada kompleks  jerapan  sehingga  P  tersedia  tanah meningkat (Stevenson 1994)

Arnon (1975), menyampaikan bahwa hasil tumbuhan jagung sangat ditentukan oleh produksi materi kering total tumbuhan persatuan luas.  Jumlah materi kering total yang dihasilkan oleh tumbuhan tergantung pada keefektifan fotosintesa yang dilakukan oleh tumbuhan yaitu efisiensi dan luasnya kawasan asimilasi. Pada tanaman, daun merupakan organ tumbuhan yang sanggup melaksanakan proses fotosintesa, dan peningkatan luas daun tumbuhan akan mendukung dalam pencapaian produksi yang optimal.

N, P, K Jaringan Tanaman

Analisis jaringan daun yang diperoleh dari laboratorium sanggup dipakai sebagai pola dalam mendiagnosis status hara dan menentukan rekomendasi pemupukan. Status hara pada jaringan tumbuhan juga merupakan citra status hara dalam tanah. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa konsentrasi suatu unsur hara didalam tanah merupakan hasil interaksi dari semua factor yang mempengaruhi perembesan unsur tersebut dari dalam tanah (Liferdi 2008). 
Jaringan tumbuhan yang biasa dipakai untuk analisis hara ialah daun. Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (2004), ada beberapa tujuan analisis jaringan daun. Tujuan tersebut antara lain untuk mendiagnosis atau memperkuat diagnosis tanda-tanda yang terlihat, untuk mengidentifikasi tanda-tanda yang terselubung, untuk mengetahui kekurangan hara sedini mungkin dan sebagai alat bantu dalam menentukan rekomendasi pupuk. Optimasi Uji hubungan konsentrasi hara pada daun dengan produksi bertujuan untuk mendapat hubungan yang paling baik dari kadar suatu unsur hara dalam daun sampel pada umur tertentu.
(Pustaka Terlengkap - https://petaniokesip.blogspot.com/)
Hara dalam tanah yang sanggup diserap oleh tumbuhan hanya dalam bentuk tertentu ibarat NO3-, NH4+, H2PO2-, HPO42-, dan K+. Selanjutnya hara tersebut berperan dalam aneka macam acara metabolisme. Perubahan hara pada daun tumbuhan disebabkan oleh perubahan fase pertumbuhan. Hara daun mengalami penurunan pada fase trubus dan fase generatif. Pada fase tersebut hara pada daun mengalami translokasi dari daun renta ke cuilan organ yang lebih muda atau untuk pembentukan buah, kesudahannya konsentrasi hara pada daun renta berkurang (Hanafiah 2004).

Senyawa nitrogen organik dioksidasi dalam lingkungan asam sulfat pekat dengan katalis gabungan selen membentuk (NH4)2 SO4. Kadar amonium dalam ekstrak sanggup ditetapkan dengan cara destilasi atau spektrofotometri. Pada cara destilasi, ekstrak dibasakan dengan penambahan larutan NaOH. Selanjutnya, NH3 yang dibebaskan diikat oleh asam borat dan dititar dengan larutan baku H2SO4 memakai penunjuk Conway. Cara spektrofotometri memakai metode pembangkit warna indofenol biru (Khama 2012).

Analisis kadar N, P, dan K terhadap brangkasan  dan  biji.  Masing-masing jaringan (berangkasan dan biji) didestruksi basa dengan  menggunakan  pengekstrak H2SO4  H2O2. Analisis N memakai metode Kjeldahl,  analisis P memakai metode spectrometer dan analisis K mengunakan metode flamefotometer. Hasil analisis kadar hara dipakai untuk menghitung serapan hara tumbuhan dengan mengalikan kadar hara dengan  bobot  kering  brangkasan atau biji (Syafruddin dan Zubachtirodin 2010)

Konsentrasi kandungan K daun berbeda aktual pada setiap umur tanaman. Menurut hasil penelitian Hermanto et al (2011) pada unsur hara K daun dari hasil uji Duncan 5% yang menawarkan nilai daun tertinggi ialah daun sampel ke-4 pada umur 5 bulan. Sedangkan nilai hubungan tertinggi antara K daun sampel  ke-3 terhadap produksi bobot kering daun dan bobot asiatikosida diperoleh pada umur 5 bulan. Oleh lantaran itu materi diagnostik penetapan kebutuhan pupuk K sebagai materi untuk analisis hara K daun yang terbaik dilakukan pada umur 5 bulan diposisi daun sampel ke-3.
(Pustaka Terlengkap - https://petaniokesip.blogspot.com/)

DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T., Y. E. Widyastuti 2008. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Kering, Sawah dan Pasang Surut. Jakarta: Penebar Swadaya.
Ahira, Anne 2010. Tanah Alfisol. http://www.anneahira.com/tanah-alfisol.htm. Diakses pada 29 April 2013.
Arnon, I 1975.  Mineral Nutrition of Maize. Bern Switzerland: Int. Potash. Ints. Worbloufen.
Askari, Wahyu 2011. Perspektif Kapasitas Tukar kation. http://wahyuaskari.wor dpress.com/about/perspektif-kapasitas-tukar-kation/. Diakses pada 29 April 2013.
Dewanto, Frobel G. dkk 2013. Pengaruh Pemupukan Anorganik dan Organik terhadap Produksi Tanaman Jagung sebagai Sumber Pakan. Jurnal Zootek Vol. 32 (5).
Hairiah dkk 2000. Pengelolaan Tanah Masam Secara Biologi. Bogor: ICRAF.
Handayani 2002. Kajian Struktur Tanah Lapis Olah :  I. Agihan Ukuran dan Dispersitas Agregat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol 3 (1).
Hermanto dkk 2011. Penetapan Bahan Diagnosis Status Hara NPK pada Jaringan Tanaman Pegagan. Jurnal Bul. Littro. Vol. 22 (2).
Isrun 2009. Perubahan Status N, P, K Tanah dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata sturt) Akibat Pemberian Pupuk Cair Organik pada Entisols. Jurnal Agroland 16 (4).
Jaya, Faedah 2013. Tentang Pupuk Urea. http://faedahjaya.com/distributor-pertanian/tentang-pupuk-urea. Diakses pada 29 April 2013.
Khama, Ariedha 2012. Analisis Jaringan tanaman. https://petaniokesip.blogspot.com//search?q=analisis-jaringan-tanaman. Diakses pada 29 April 2013.
Leiwakabessy, F.M. dan Sutandi A 2004. Diktat kuliah pupuk dan pemupukan. Bogor: Departemen Tanah Fakultas Pertanian IPB
Liferdi, R. Poerwanto dkk 2008. Korelasi Kadar Hara Fosfor Daun dengan Produksi Tanaman Manggis. J. Hort 18 (3).
Mayun, Ida Ayu 2007. Efek Mulsa Jerami dan Pupuk Kandang Sapi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah di kawasan Pesisir. Jurnal Agritrop, 26 (1) : 33 - 40
Minardi, S 2002. Kajian Komposisi Pupuk NPK terhadap Hasil Beberapa Varietas Tanaman Buncis Tegak di Tanah Alfisols. Jurnal Sains Tanah Vol. 2 (1).
Novitan 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Parnata, A. S 2004.  Pupuk Organik Cair: Aplikasi dan Manfaatnya.  Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Purwanto, E. Handayanto., D. Suparyogo., dan K. Hairiah 2007. Nitrifikasi Potensial dan Nitrogen-Mineral Tanahpada Sistem Agroforestri Kopi dengan Berbagai Spesies Pohon Penaung. Jurnal Pelita Perkebunan Vol. 23 (1).
Sasongko, Katon 2013. DDIT Kadar Lengas Tanah. http://katonsasongko.wordpress.com/2013/03/05/ddit-kadar-lengas-tanah/. Diakses pada 29 April 2013.
Stevenson, F.J 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, and Reaction. New York: John Wiley and Sons
Sutanto, Rachman 2011. Dasar-dasar Ilmu Tanah: Konsep dan Kenyataan. Yogyakarta: Kanisius.
Syafruddin dan Zubachtirodin 2010. Penggunaan Pupuk NPK Majemuk 20:10:10 pada Tanaman Jagung. Prosiding Pekan Serealia Nasional hal 174-187. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Tan, K. H 1991. Principles of Soil Chemistry (Terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Yuwono, Nasih Widya 2010. Fosfor. http://nasih.wordpress.com/2010/11/01 /fosfor/. Diakses pada 29 April 2013.

Laporan Praktikum 706305651211042229

Posting Komentar

emo-but-icon

Beranda item

Arsip Blog

close
Banner iklan   disini