Inilah Budidaya Apokat
https://petaniokesip.blogspot.com/2020/07/inilah-budidaya-apokat.html
Tanaman alpukat merupakan tumbuhan buah berupa pohon dengan nama alpuket Jawa Barat), alpokat (Jawa Timur/Jawa Tengah), boah pokat, jamboo pokat (Batak), advokat, jamboo mentega, jamboo pooan, pookat (Lampung) dan lain-lain. Tanaman alpukat berasal dari dataran rendah/tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada masa ke-18. Secara resmi antara tahun 1920-1930 Indonesia telah mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul guna meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya di tempat dataran tinggi.
JENIS TANAMAN
Klasifikasi lengkap tumbuhan alpukat yaitu sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranales
Keluarga : Lauraceae
Marga : Persea
Varietas : Persea americana Mill
Berdasarkan sifat ekologis, tumbuhan alpukat terdiri dari 3 tipe keturunan/ras, yaitu :
1) Ras Meksiko
Berasal dari dataran tinggi Meksiko dan Equador beriklim semi tropis dengan ketinggian antara 2.400-2.800 m dpl. Ras ini mempunyai daun dan buahnya yang berbau adas. Masa berbunga hingga buah sanggup dipanen lebih kurang 6 bulan. Buah kecil dengan berat 100-225 gram, bentuk jorong (oval), bertangkai pendek,
kulitnya tipis dan licin. Biji besar memenuhi rongga buah. Daging buah mempunyai kandungan minyak/lemak yang paling tinggi. Ras ini tahan terhadap suhu dingin.
2) Ras Guatemala
Berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah beriklim sub tropis dengan ketinggian sekitar 800-2.400 m dpl. Ras ini kurang tahan terhadap suhu hambar (toleransi hingga -4,5 derajat C). Daunnya tidak berbau adas. Buah mempunyai ukuran yang cukup besar, berat berkisar antara 200-2.300 gram, kulit buah tebal, keras,
mudah rusak dan bergairah (berbintil-bintil). Masak buah antara 9-12 bulan sehabis berbunga. Bijinya relatif berukuran kecil dan menempel erat dalam rongga, dengan kulit biji yang melekat. Daging buah mempunyai kandungan minyak yang sedang.
3) Ras Hindia Barat
Berasal dari dataran rendah Amerika Tengah dan Amerika Selatan yang beriklim tropis, dengan ketinggian di bawah 800 m dpl. Varietas ini sangat peka terhadap suhu rendah, dengan toleransi hingga minus 2 derajat C. Daunnya tidak berbau adas, warna daunnya lebih terang dibandingkan dengan kedua ras yang lain. Buahnya berukuran besar dengan berat antara 400-2.300 gram, tangkai pendek, kulit buah licin agak liat dan tebal. Buah masak 6-9 bulan sehabis berbunga. Biji besar dan sering lepas di dalam rongga, keping biji kasar. Kandungan minyak dari daging buahnya paling rendah.
Varietas-varietas alpukat di Indonesia sanggup digolongkan menjadi dua, yaitu :
1) Varietas unggul
Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, toleran terhadap hama dan penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging buah berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil menempel pada rongga biji, serta kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri Pertanian telah menetapkan 2 varietas alpukat unggul, yaitu alpukat ijo panjang dan ijo bundar. Sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain :
a. Tinggi pohon: alpukat ijo panjang 5-8 m, alpukat ijo lingkaran 6-8 m.
b. Bentuk daun: alpukat ijo panjang bulat panjang dengan tepi rata, alpukat ijo lingkaran bulat panjang dengan tepi berombak.
c. Berbuah: alpukat ijo panjang terus-menerus, tergantung pada lokasi dan kesuburan lahan, alpukat ijo lingkaran terus-menerus, tergantung pada lokasi dan kesuburan lahan.
d. Berat buah: alpukat ijo panjang 0,3-0,5 kg, alpukat ijo lingkaran 0,3-0,4 kg
e. Bentuk buah: alpukat ijo panjang bentuk pear (pyriform), alpukat ijo lingkaran lonjong (oblong).
f. Rasa buah: alpukat ijo panjang enak, gurih, agak lunak, alpukat ijo lingkaran enak, gurih, agak kering.
g. Diameter buah: alpukat ijo panjang 6,5-10 cm (rata-rata 8 cm), alpukat ijo lingkaran 7,5 cm.
h. Panjang buah: alpukat ijo panjang 11,5-18 cm (rata-rata 14 cm), alpukat ijo lingkaran 9 cm.
i. Hasil: alpukat ijo panjang 40-80 kg /pohon/tahun (rata-rata 50 kg), alpukat ijo lingkaran 20-60 kg/pohon/tahun (rata-rata 30 kg).
2) Varietas lain
Varietas alpukat kelompok ini merupakan plasma nutfah Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi, Tlekung, Malang. Beberapa varietas alpukat yang terdapat di kebun percobaan Tlekung, Malang yaitu alpukat merah panjang, merah bundar, dickson, butler, winslowson, benik, puebla, furete, collinson, waldin, ganter, mexcola, duke, ryan, leucadia, queen dan edranol.
MANFAAT TANAMAN
Bagian tumbuhan alpukat yang banyak dimanfaatkan yaitu buahnya sebagai
makanan buah segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat yang biasa
dilakukan masyarakat Eropa yaitu digunakan sebagai materi pangan yang diolah
dalam banyak sekali masakan. Manfaat lain dari daging buah alpukat yaitu untuk bahan
dasar kosmetik. Bagian lain yang sanggup dimanfaatkan yaitu daunnya yang muda sebagai obat tradisional (obat kerikil ginjal, rematik).
SENTRA PENANAMAN Negara-negara penghasil alpukat dalam skala besar yaitu Amerika (Florida, California, Hawaii), Australia, Cuba, Argentina, dan Afrika Selatan. Dari tahun ke tahun Amerika mempunyai kebun alpukat yang senantiasa meningkat. Di Indonesia, tumbuhan alpukat masih merupakan tumbuhan pekarangan, belum
dibudidayakan dalam skala usahatani. Daerah penghasil alpukat yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara.
SYARAT PERTUMBUHAN
1. Iklim
1) Angin dibutuhkan oleh tumbuhan alpukat, terutama untuk proses penyerbukan. Namun demikian angin dengan kecepatan 62,4-73,6 km/jam sanggup dapat mematahkan ranting dan percabangan tumbuhan alpukat yang tergolong lunak, ringkih dan gampang patah.
2) Curah hujan minimum untuk pertumbuhan yaitu 750-1000 mm/tahun. Ras Hindia Barat dan persilangannya tumbuh dengan subur pada dataran rendah beriklim tropis dengan curah hujan 2500 mm/tahun. Untuk tempat dengan curah hujan kurang dari kebutuhan minimal (2-6 bulan kering), tumbuhan alpukat masih sanggup tumbuh asal kedalaman air tanah maksimal 2 m.
3) Kebutuhan cahaya matahari untuk pertumbuhan alpukat berkisar 40-80 %. Untuk ras Meksiko dan Guatemala lebih tahan terhadap cuaca hambar dan iklim kering, kalau dibandingkan dengan ras Hindia Barat.
4) Suhu optimal untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara 12,8-28,3 derajat C. Mengingat tumbuhan alpukat sanggup tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi, tumbuhan alpukat sanggup mentolerir suhu udara antara 15-30 derajat C atau lebih. Besarnya suhu kardinal tumbuhan alpukat tergantung ras masing-masing, antara lain ras Meksiko mempunyai daya toleransi hingga –7 derajat C, Guatemala hingga -4,5 derajat C, dan Hindia Barat hingga 2 derajat C.
2. Media Tanam
1) Tanaman alpukat supaya tumbuh optimal memerlukan tanah gembur, tidak gampang tergenang air, (sistem drainase/pembuangan air yang baik), subur dan banyak mengandung materi organik.
2) Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat yaitu jenis tanah lempung berpasir (sandy loam), lempung liat (clay loam) dan lempung endapan (aluvial loam).
3) Keasaman tanah yang baik untuk pertumbuhan alpukat berkisar antara pH sedikit asam hingga netral, (5,6-6,4). Bila pH di bawah 5,5 tumbuhan akan menderita keracunan lantaran unsur Al, Mg, dan Fe larut dalam jumlah yang cukup banyak. Sebaliknya pada pH di atas 6,5 beberapa unsur fungsional mirip Fe, Mg, dan Zn akan berkurang.
3. Ketinggian Tempat
Pada umumnya tumbuhan alpukat sanggup tumbuh di dataran rendah hingga dataran tinggi, yaitu 5-1500 m dpl. Namun tumbuhan ini akan tumbuh subur dengan hasil yang memuaskan pada ketinggian 200-1000 m dpl. Untuk tumbuhan alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di tempat dengan ketinggian 1000-2000 m dpl., sedangkan ras Hindia Barat pada ketinggian 5-1000 m dpl.
PEDOMAN BUDIDAYA
1. Pembibitan
1) Persyaratan Bibit
Bibit yang baik antara lain yang berasal dari:
a) Buah yang sudah cukup tua.
b) Buahnya tidak jatuh hingga pecah.
c) Pengadaan bibit lebih dari satu jenis untuk menjamin kemungkinan adanya persarian bersilang.
2) Penyiapan Bibit
Sampai dikala ini bibit alpukat hanya sanggup diperoleh secara generatif (melalui biji) dan vegetatif (penyambungan pucuk/enten dan penyambungan mata/okulasi). Dari ketiga cara itu, bibit yang diperoleh dari biji kurang menguntungkan lantaran tumbuhan usang berbuah (6-8 tahun) dan ada kemungkinan buah yang dihasilkan berbeda dengan induknya. Sedangkan bibit hasil okulasi maupun enten lebih cepat berbuah (1-4 tahun) dan buah yang didapatkannya mempunyai sifat yang sama dengan induknya.
3) Teknik Penyemaian Bibit
a) Penyambungan pucuk (enten)
Pohon pokok yang digunakan untuk enten yaitu tumbuhan yang sudah berumur 6-7 bulan/dapat juga yang sudah berumur 1 tahun, tumbuhan berasal dari biji yang berasal dari buah yang telah bau tanah dan masak, tinggi 30 cm/kurang, dan yang penting jaringan pada pangkal batang belum berkayu. Sebagai cabang sambungannya digunakan ujung dahan yang masih muda dan berdiameter lebih kurang 0,7 cm. Dahan tersebut dipotong miring sesuai dengan celah yang ada pada pohon pokok sepanjang lebih kurang 10 cm,
kemudian disisipkan ke dalam belahan di samping pohon pokok yang diikat/dibalut. Bahan yang baik untuk mengikat yaitu pita karet, plastik, rafia/kain berlilin. Sebaiknya penyambungan pada pohon pokok dilakukan serendah mungkin supaya tidak sanggup kuncup pada tumbuhan pokok. Enten-enten yang telah disambung diletakkan di tempat teduh, tidak berangin, dan lembab. Setiap hari tumbuhan disiram, dan untuk mencegah serangan penyakit sebaiknya tumbuhan disemprot fungisida. Pada trend kering hama
tungau putih sering menyerang, untuk itu sebaiknya dicegah dengan semprotan kelthane. Bibit biasanya sudah sanggup dipindahkan ke kebun setelah berumur 9-16 bulan, dan pemindahannya dilakukan pada dikala permulaan trend hujan.
b) Penyambungan mata (okulasi)
Pembuatan bibit secara okulasi dilakukan pada pohon pangkal berumur 8-10 bulan. Sebagai mata yang akan diokulasikan diambil dari dahan yang sehat, dengan umur 1 tahun, serta matanya tampak jelas. Waktu yang paling baik untuk menempel yaitu pada dikala kulit batang semai gampang dilepaskan dari
kayunya. Caranya yaitu kulit pohon pokok disayat sepanjang 10 cm dan lebarnya 8 mm. Kulit tersebut dilepaskan dari kayunya dan ditarik ke bawah kemudian dipotong 6 cm. Selanjutnya disayat sebuah mata dengan sedikit kayu dari cabang mata (enthout), kayu dilepaskan pelan-pelan tanpa merusak mata. Kulit yang bermata dimasukkan di antara kulit dan kayu yang telah disayat pada pohon pokok dan ditutup lagi, dengan catatan mata jangan hingga tertutup. Akhirnya balut seluruhnya dengan pita plastik. Bila dalam 3-5 hari matanya masih hijau, berarti penempelan berhasil.Selanjutnya 10-15 hari setelah penempelan, tali plastik dibuka. Batang pohon pokok dikerat melintang sedalam setengah diameternya, kira-kira 5-7,5 cm di atas okulasi, kemudian dilengkungkan sehingga pertumbuhan mata sanggup lebih cepat. Setelah batang yang keluar dari mata mencapai tinggi 1 m, maka belahan pohon pokok yang dilengkungkan dipotong sempurna di atas okulasi dan lukanya diratakan, kemudian ditutup dengan parafin yang telah dicairkan. Pohon okulasi ini sanggup dipindahkan ke kebun setelah berumur 8-12 bulan dan pemindahan yang paling baik yaitu pada dikala permulaan trend hujan.
Dalam perbanyakan vegetatif yang perlu diperhatikan yaitu menjaga kelembaban udara supaya tetap tinggi (+ 80%) dan suhu udara di tempat penyambungan jangan terlalu tinggi (antara 15-25 derajat C). Selain itu juga jangan dilakukan pada trend hujan lebat serta terlalu banyak terkena sinar matahari langsung. Bibit yang berupa sambungan perlu disiram secara rutin dan dipupuk 2 ahad sekali. Pemupukan sanggup bersamaan dengan penyiraman, yaitu dengan melarutkan 1-1,5 gram urea/NPK ke dalam 1 liter air. Pupuk daun sanggup juga diberikan dengan takaran sesuai ajuan dalam kemasan. Sedangkan pengendalian hama dan penyakit dilakukan kalau perlu saja.
2. Pengolahan Media Tanam
Lahan untuk tumbuhan alpukat harus dikerjakan dengan baik; harus higienis dari pepohonan, semak belukar, tunggul-tunggul bekas tanaman, serta batu-batu yang mengganggu. Selanjutnya lahan dicangkul dalam atau ditraktor, kemudian dicangkul halus 2-3 kali. Pengerjaan lahan sebaiknya dilakukan dikala trend kering sehingga penanaman nantinya sanggup dilakukan pada awal atau dikala trend hujan.
3. Teknik Penanaman
1) Pola Penanaman
Pola penanaman alpukat sebaiknya dilakukan secara kombinasi antara varietasvarietasnya. Hal ini mengingat bahwa kebanyakan varietas tumbuhan alpukat tidak sanggup melaksanakan penyerbukan sendiri, kecuali varietas ijo panjang yang mempunyai tipe bunga A. Ada 2 tipe bunga dari beberapa varietas alpukat di Indonesia, yaitu tipe A dan tipe B. Varietas yang tergolong tipe bunga A yaitu ijo panjang, ijo bundar, merah panjang, merah bundar, waldin, butler, benuk, dickinson, puebla, taft, dan hass. Sedangkan yang tergolong tipe B yaitu collinson, itszamma, winslowsaon, fuerte, lyon, nabal, ganter, dan queen. Penyerbukan silang hanya terjadi antara kedua tipe bunga. Oleh lantaran itu, penanaman alpukat dalam suatu lahan harus dikombinasi antara varietas yang mempunyai tipe bunga A dan tipe bunga B sehingga bunga-bunganya saling menyerbuki satu sama lain.
2) Pembuatan Lubang Tanam
a) Tanah digali dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi masing-masing 75 cm. Lubang tersebut dibiarkan terbuka selama lebih kurang 2 minggu.
b) Tanah belahan atas dan bawah dipisahkan.
c) Lubang tanam ditutup kembali dengan posisi mirip semula. Tanah belahan atas dicampur dulu dengan 20 kg pupuk sangkar sebelum dimasukkan ke dalam lubang.
d) Lubang tanam yang telah tertutup kembali diberi ajir untuk memindahkan mengingat letak lubang tanam.
3) Cara Penanaman
Waktu penanaman yang sempurna yaitu pada awal trend hujan dan tanah yang ada dalam lubang tanam tidak lagi mengalami penurunan. Hal yang perlu diperhatikan yaitu tanah yang ada dalam lubang tanam harus lebih tinggi dari tanah sekitarnya. Hal ini untuk menghindari tergenangnya air kalau disirami atau turun
hujan. Langkah-langkah penanaman yaitu sebagai berikut :
a) Lubang tanam yang telah ditutup, digali lagi dengan ukuran sebesar wadah bibit.
b) Bibit dikeluarkan dari keranjang atau polibag dengan menyayatnya supaya gumpalan tanah tetap utuh.
c) Bibit beserta tanah yang masih menggumpal dimasukkan dalam lubang setinggi leher batang, kemudian ditimbun dan diikatkan ke ajir.
d) Setiap bibit sebaiknya diberi naungan untuk menghindari sinar matahari secara langsung, terpaan angin, maupun siraman air hujan. Naungan tersebut dibentuk miring dengan belahan yang tinggi di sebelah timur. Peneduh ini berfungsi hingga tumbuh tunas-tunas gres atau lebih kurang 2-3 minggu.
4. Pemeliharaan Tanaman
1) Penyiangan
Gulma banyak tumbuh di sekitar tumbuhan lantaran di tempat itu banyak terdapat zat hara. Selain merupakan tentangan dalam memperoleh makanan, gulma juga merupakan tempat bersarangnya hama dan penyakit. Oleh lantaran itu, supaya tumbuhan sanggup tumbuh dengan baik maka gulma-gulma tersebut harus disiangi
(dicabut) secara rutin.
2) Penggemburan Tanah
Tanah yang setiap hari disiram tentu saja akan semakin padat dan udara di dalamnya semakin sedikit. Akibatnya akar tumbuhan tidak sanggup leluasa menyerap unsur hara. Untuk menghindarinya, tanah di sekitar tumbuhan perlu digemburkan dengan hati-hati supaya akar tidak putus.
3) Penyiraman
Bibit yang gres ditanam memerlukan banyak air, sehingga penyiraman perlu dilakukan setiap hari. Waktu yang sempurna untuk menyiram yaitu pagi/sore hari, dan kalau hari hujan tidak perlu disiram lagi.
4) Pemangkasan Tanaman
Pemangkasan hanya dilakukan pada cabang-cabang yang tumbuh terlalu rapat atau ranting-ranting yang mati. Pemangkasan dilakukan secara hati-hati supaya luka bekas pemangkasan terhindar dari abses penyakit dan luka bekas pemangkasan sebaiknya diberi fungisida/penutup luka.
5) Pemupukan
Dalam pembudidayaan tumbuhan alpukat dibutuhkan aktivitas pemupukan yang baik dan teratur. Mengingat sistem perakaran tumbuhan alpukat, khususnya akarakar rambutnya, hanya sedikit dan pertumbuhannya kurang ekstensif maka pupuk harus diberikan agak sering dengan takaran kecil. Jumlah pupuk yang diberikan tergantung pada umur tanaman. Bila aktivitas pemupukan tahunan memakai pupuk urea (45% N), TSP (50% P), dan KCl (60% K) maka untuk tumbuhan berumur muda (1-4 tahun) diberikan urea, TSP, dan
KCl masing-masing sebanyak 0,27-1,1 kg/pohon, 0,5-1 kg/pohon dan 0,2-0,83 kg/pohon. Untuk tumbuhan umur produksi (5 tahun lebih) diberikan urea, TSP, dan KCl masing-masing sebanyak 2,22-3,55 kg/pohon, 3,2 kg/pohon, dan 4 kg/pohon. Pupuk sebaiknya diberikan 4 kali dalam setahun. Mengingat tumbuhan alpukat hanya mempunyai sedikit akar rambut, maka sebaiknya pupuk diletakkan sedekat mungkin dengan akar. Caranya dengan menanamkan pupuk ke dalam lubang sedalam 30-40 cm, di mana lubang tersebut dibentuk sempurna di bawah tepi tajuk tanaman, melingkari tanaman.
HAMA DAN PENYAKIT
1. Hama pada Daun
1) Ulat kipat (Cricula trisfenestrata Helf)
Ciri: Panjang badan 6 cm, berwarna hitam bercak-bercak putih dan dipenuhi rambut putih. Kepala dan ekor berwarna merah menyala. Gejala: Daun-daun tidak utuh dan terdapat bekas gigitan. Pada serangan yang hebat, daun habis sama sekali tetapi tumbuhan tidak akan mati, dan terlihat kepompong bergelantungan. Pengendalian : Menggunakan insektisida yang mengandung materi aktif monokrotofos atau Sipermetein, misal Cymbush 50 EC dengan takaran 1-3 cc/liter atau Azodrin 15 WSC dengan takaran 2-3 cc/liter.
2) Ulat kupu-kupu gajah (Attacus atlas L.)
Ciri: Sayap kupu-kupu sanggup mencapai ukuran 25 cm dengan warna coklat kemerahan dan segitiga tansparan. Ulat berwarna hijau tertutup tepung putih, panjang 15 cm dan mempunyai duri yang berdaging. Pupa terdapat di dalam kepompong yang berwarna coklat. Gejala: Sama dengan tanda-tanda serangan ulat
kipat, tetapi kepompong tidak bergelantungan melainkan terdapat di antara daun. Pengendalian: Sama dengan pemberantasan ulat kipat.
3) Aphis gossypii Glov/A. Cucumeris, A. cucurbitii/Aphis kapas.
Ciri: Warna badan hijau bau tanah hingga hitam atau kunig coklat. Hama ini mengeluarkan embun madu yang biasanya ditumbuhi cendawan jelaga sehingga daun menjadi hitam dan semut berdatangan. Gejala: Pertumbuhan tumbuhan terganggu. Pada serangan yang mahir tumbuhan akan kerdil dan terpilin.
Pengendalian: Disemprot dengan insektisida berbahan aktif asefat/dimetoat.
4) Kutu dompolan putih (Pseudococcus citri Risso)/Planococcus citri Risso
Ciri: Bentuk badan elips, berwarna coklat kekuningan hingga merah oranye, tertutup tepung putih, ukuran badan 3 mm, mempunyai tonjolan di tepi badan dengan jumlah 14-18 pasang dan yang terpanjang di belahan pantatnya. Gejala : Pertumbuhan tumbuhan terhambat dan kurus. Tunas muda, daun, batang, tangkai
bunga, tangkai buah, dan buah yang terjangkit akan terlihat pucat, tertutup massa berwarna putih, dan usang kelamaan kering. Pengendalian: Disemprot dengan insektisida yang mengandung materi aktif formotion, monokrotofos, dimetoat, atau karbaril.
5) Tungau merah (Tetranychus cinnabarinus Boisd)
Ciri: Tubuh tungau betina berwarna merah tua/merah kecoklatan, sedangkan tungau jantan hijau kekuningan/kemerahan. Terdapat beberapa bercak hitam, kaki dan belahan verbal putih, ukuran badan 0,5 mm. Gejala: Permukaan daun berbintikbintik kuning yang kemudian akan menjelma merah bau tanah mirip karat. Dibawah permukaan daun tampak anyaman benang yang halus. Serangan yang mahir sanggup mengakibatkan daun menjadi layu dan rontok. Pengendalian : Disemprot dengan akarisida Kelthan MF yang mengandung materi aktif dikofoldan, dengan takaran 0,6-1 liter/ha.
2. Hama pada Buah
1) Lalat buah Dacus (Dacus dorsalis Hend.)
Ciri : Ukuran badan 6 - 8 mm dengan bentangan sayap 5 - 7 mm. Bagian dada berwarna coklat bau tanah bercak kuning/putih dan belahan perut coklat muda dengan pita coklat tua. Stadium larva berwarna putih pada dikala masih muda dan kekuningan setelah dewasa, panjang tubuhnya 1 cm. Gejala: Terlihat bintik hitam/bejolan pada permukaan buah, yang merupakan bacokan hama sekaligus tempat untuk meletakkan telur. Bagian dalam buah berlubang dan busuk lantaran dimakan larva. Pengendalian: Dengan umpan minyak citronella/umpan protein malation akan mematikan lalat yang memakannya. Penyemprotan insektisida sanggup dilakukan antara lain dengan Hostathion 40 EC yang berbahan aktif triazofos takaran 2 cc/liter dan tindakan yang paling baik yaitu memusnahkan semua buah yang terjangkit atau membalik tanah supaya larva terkena sinar matahari dan mati.
2) Codot (Cynopterus sp)
Ciri : Tubuh mirip kelelawar tetapi ukurannya lebih kecil menyerang buahbuahan pada malam hari. Gejala: Terdapat belahan buah yang berlubang bekas gigitan. Buah yang terjangkit hanya yang telah tua, dan belahan yang dimakan yaitu daging buahnya saja. Pengendalian: Menangkap codot memakai jala/menakut-nakutinya memakai kincir angin yang diberi peluit sehingga sanggup mengakibatkan suara.
3. Hama pada Cabang/Ranting
1) Kumbang bubuk cabang (Xyleborus coffeae Wurth / Xylosandrus morigerus Bldf).
Ciri : Kumbang yang lebih menyukai tumbuhan kopi ini berwarna coklat bau tanah dan berukuran 1,5 mm. Larvanya berwarna putih dan panjangnya 2 mm. Gejala : Terdapat lubang yang mirip terowongan pada cabang atau ranting. Terowongan itu sanggup semakin besar sehingga masakan tidak sanggup tersalurakan
ke daun, kemudian daun menjadi layu dan balasannya cabang atau ranting tersebut mati. Pengendalian : Cabang/ranting yang terjangkit dipangkas dan dibakar. Dapat juga disemprot insektisida berbahan aktif asefat atau diazinon yang terkandung dalam Orthene 75 SP dengan takaran proteksi 0,5-0,8 gram/liter dan Diazinon 60 EC takaran 1-2 cc/liter.
4. Penyakit yang disebabkan Jamur
1) Antraknosa
Penyebab : Jamur Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) sacc. Yang mempunyai miselium berwarna cokleat hijau hingga hitam kelabu dan sporanya berwarna jingga. Gejala : Penyakit ini menyerang semua belahan tanaman, kecuali akar. Bagian yang terinfeksi berwarna cokelat karat, kemudian daun, bunga,
buah/cabang tumbuhan yang terjangkit akan gugur. Pengendalian : Pemangkasan ranting dan cabang yang mati. Penelitian buah dilakukan agak awal (sudah bau tanah tapi belum matang). Dapat juga disemprot dengan fungisida yang berbahan aktif maneb mirip pada Velimex 80 WP. Fungisida ini diberikan 2 ahad sebelum pemetikan dengan takaran 2-2,5 gram/liter.
2) Bercak daun atau bercak cokelat
Penyebab: cercospora purpurea Cke./dikenal juga dengan Pseudocercospora purpurea (Cke.) Derghton. Jamur ini berwarna gelap dan menyukai tempat lembab. Gejala: bercak cokelat muda dengan tepi cokelat bau tanah di permukaan daun atau buah. Bila cuaca lembab, bercak cokelat menjelma bintik-bintik kelabu. Bila dibiarkan, lama-kelamaan akan menjadi lubang yang sanggup dimasuki organisme lain. Pengendalian : Penyemprotan fungisida Masalgin 50 WP yang mengandung benomyl, dengan takaran 1-2 gram/liter atau sanggup juga dengan mengoleskan bubur Bordeaux.
3) Busuk akar dan kanker batang
Penyebab : Jamur Phytophthora yang hidup saprofit di tanah yang mengandung materi organik, menyukai tanah lembap dengan drainase jelek. Gejala : Bila tumbuhan yang terjangkit akarnya maka pertumbuhannya menjadi terganggu, tunas mudanya jarang tumbuh. Akibat yang paling fatal yaitu tamat hayat pohon. Bila batang tumbuhan yang terjangkit maka akan tampak perubahan warna kulit pada pangkal batang. Pengendalian: drainase perlu diperbaiki, jangan hingga ada air yang menggenang/dengan membongkar tumbuhan yang terjangkit kemudian diganti dengan tumbuhan yang baru.
4) Busuk buah
Penyebab : Botryodiplodia theobromae pat. Jamur ini menyerang apabila ada luka pada permukaan buah. Gejala: Bagian yang pertama kali diserang yaitu ujung tangkai buah dengan tanda adanya bercak cokelat yang tidak teratur, yang kemudian menjalar ke belahan buah. Pada kulit buah akan timbul tonjolan-tonjolan kecil. Pengendalian: Oleskan bubur Bordeaux/ semprotkan fungisida Velimex 80 WP yang berbahan aktif Zineb, dengan takaran 2-2,5 gram/liter.
PANEN
1. Ciri dan Umur Panen
Ciri-ciri buah yang sudah bau tanah tetapi belum masak yaitu :
a) warna kulit bau tanah tetapi belum menjadi cokelat/merah dan tidak mengkilap;
b) kalau buah diketuk dengan punggung kuku, mengakibatkan bunyi yang nyaring;
c) kalau buah digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji.
Penetapan tingkat ketuaan buah tersebut memerlukan pengalaman tersendiri. Sebaiknya perlu diamati waktu bunga mekar hingga enam bulan kemudian, lantaran buah alpukat biasanya bau tanah setelah 6-7 bulan dari dikala bunga mekar. Untuk memastikannya, perlu dipetik beberapa buah sebagai contoh. Bila buah-buah pola tersebut masak dengan baik, tandanya buah tersebut telah bau tanah dan siap dipanen.
2. Cara Panen
Umumnya memanen buah alpukat dilakukan secara manual, yaitu dipetik memakai tangan. Apabila kondisi fisik pohon tidak memungkinkan untuk dipanjat, maka panen sanggup dibantu dengan memakai alat/galah yang diberi tangguk kain/goni pada ujungnya/tangga. Saat dipanen, buah harus dipetik/dipotong
bersama sedikit tangkai buahnya (3-5 cm) untuk mencegah memar, luka/infeksi pada belahan bersahabat tangkai buah.
3. Periode Panen
Biasanya alpukat mengalami trend berbunga pada awal trend hujan, dan trend berbuah lebatnya biasanya pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Di Indonesia yang keadaan alamnya cocok untuk pertanaman alpukat, trend panen sanggup terjadi setiap bulan.
4. Prakiraan Produksi
Produksi buah alpukat pada pohon-pohon yang tumbuh dan berbuah baik sanggup mencapai 70-80 kg/pohon/tahun. Produksi rata-rata yang sanggup diharapkan dari setiap pohon berkisar 50 kg.
PASCAPANEN
1. Pencucian
Pencucian dimaksudkan untuk menghilangkan segala macam kotoran yang menempel sehingga mempermudah penggolongan/penyortiran. Cara pembersihan tergantung pada kotoran yang menempel.
2. Penyortiran
Penyortiran buah dilakukan semenjak masih berada di tingkat petani, dengan tujuan menentukan buah yang baik dan memenuhi syarat, buah yang diharapkan yaitu yang mempunyai ciri sebagai berikut :
1. Tidak cacat, kulit buah harus mulus tanpa bercak.
2. Cukup bau tanah tapi belum matang.
3. Ukuran buah seragam. Biasanya digunakan standar dalam 1 kg terdiri dari 3 buah atau berbobot maksimal 400 g.
4. Bentuk buah seragam. Pesanan paling banyak yaitu yang berbentuk lonceng. Buah yang banyak diminta importir untuk konsumen luar negeri yaitu buah alpukat yang dagingnya berwarna kuning mentega tanpa serat. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, semua syarat tadi tidak terlalu diperhitungkan.
3. Pemeraman dan Penyimpanan
Alpukat gres sanggup dikonsumsi kalau sudah masak. Untuk mencapai tingkat kemasan ini dibutuhkan waktu sekitar 7 hari setelah petik (bila buah dipetik pada dikala sudah cukup ketuaannya). Bila batas waktu tenggang tersebut akan dipercepat, maka buah harus diperam terlebih dulu. Untuk keperluan ekspor, tidak perlu dilakukan pemeraman lantaran batas waktu tenggang ini diubahsuaikan dengan lamanya perjalanan untuk hingga di tempat tujuan.
Cara pemeraman alpukat masih sangat sederhana. Pada umumnya hanya dengan memasukkan buah ke dalam karung goni, kemudian ujungnya diikat rapat. Setelah itu karung diletakkan di tempat yang kering dan bersih. Karena alpukat mempunyai umur simpan hanya hingga sekitar 7 hari (sejak petik hingga siap dikonsumsi), maka kalau ingin memperlambat umur simpan tersebut sanggup dilakukan dengan menyimpannya dalam ruangan bersuhu 5 derajat C. Dengan cara tersebut, umur penyimpanan sanggup diperlambat samapai 30-40 hari.